Konsep Kenabian menurut Ibnu Khaldun (Telaah Korelasi Kemaksuman dan Kemanusiaan Nabi Muhammad SAW)

Penulis

  • Munawir Munawir STAIN Purwokerto

DOI:

https://doi.org/10.24090/jpa.v15i1.2014.pp116-132

Kata Kunci:

kenabian, ibnu khaldun, kemaksuman, kemanusiaan

Abstrak

Abstract: The results of this study found that Ibn Khaldun divides the soul intothree tiers. The first level is the common man, the soul remains bound by merephysical experience of body organs. The second level, the soul seekers of God, thesoul can rise above physical attachment to a limited degree. The third level is thesoul of the prophet. The prophets are individuals within them God has provided anatural ability to be able to release its humanitarian dimension. This capacity couldchange all of humanity and human spirituality into the highest level of angelic, sothat they can learn all things there without the help of a physical body organs. Thenthey bring back what they have learned it to the level of ability of human understanding,because then that knowledge can be taught to humans. These events were latercalled "nubuwwah" (prophetic).Keywords: Prophethood, Ibnu Khaldun, Infallibility, and Humanity. Abstrak: Hasil penelitian ini menemukan bahwa bahwa Ibnu Khaldunmembagi jiwa ke dalam tiga tingkatan. Tingkatan pertama dimiliki oleh manusiabiasa, jiwa yang tetap terikat dengan pengalaman organ tubuh fisiknya belaka.Tingkatan kedua, jiwa para pencari Tuhan, jiwa ini bisa naik di atas keterikatan fisiksampai pada tingkat yang terbatas. Adapun tingkatan ketiga adalah jiwa paranabi. Para nabi adalah individu-individu yang di dalam diri mereka telah ditanamkanTuhan suatu kemampuan alamiah untuk mampu melepaskan dimensi kemanusiaannya.Suatu kapasitas yang tentu saja khusus hanya dimiliki mereka danyang tidak didistribusikan secara universal untuk bisa mengubah semua kemanusiaandan spiritualitas manusia menjadi tingkat tertinggi kemalaikatan, sehinggamereka bisa mempelajari semua hal di sana tanpa bantuan organ tubuh fisik.Kemudian mereka membawa kembali apa yang telah mereka pelajari itu ke tingkatkemampuan pemahaman manusia, karena dengan begitu pengetahuan itu bisadiajarkan kepada manusia. Peristiwa inilah yang kemudian disebut dengan“nubuwwah†(kenabian).Kata Kunci: Kenabian, Ibnu Khaldun, Kemaksuman, dan Kemanusiaan.

Referensi

Abduh, Muhammad. 1979. Risalah Tauhid, ter. Ahmad Firdaus A.N. Jakarta:
Bulan Bintang.
Abu Zaid, Nasr Hamid. 2001. Tekstualitas al-Qur’an, terj. Khoiron Nahdliyyin.
Yogyakarta: LKIS.
Al-Haq, Jalal, “Epistemologi Kenabian dalam Islam”, dalam al-Huda, vol.
III, No. 9.
Al-Shabuni, Ali. 1993. Kenabian Para Nabi, ter. Arifin Jami’am Ma’un.
Surabaya: Bina Ilmu.
Al-Tabari, Abu Ja’far bin Jarir. TT. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Juz V.
Beirut: Dar al-Ma’arif.
Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Khaldun, Ibnu. 2000. Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Muhajir, Noeng. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Raka
Press.
Mustafa, A. 1971. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Muthahhari, Murtadha. 1991. Kenabian Terakhir, terj. Muhammad Jawad
Bafaqih. Jakarta: Lentera Basritama.
Nasution, Harun. 1982. Akal dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI Press.
Rahman, Fazlur. 1983. Tema pokok al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin. Bandung:
Pustaka.
_______________. 2003. Kenabian di Dalam Islam, terj. Rahmani Astuti,
Bandung: Mizan.
Ridwan, Nur Khalik. 2003. Detik-Detik Pembongkaran Agama. Yogyakarta:
Ar-Ruzz.

Diterbitkan

2014-06-20

Cara Mengutip

Munawir, M. (2014). Konsep Kenabian menurut Ibnu Khaldun (Telaah Korelasi Kemaksuman dan Kemanusiaan Nabi Muhammad SAW). Jurnal Penelitian Agama, 15(1), 116–132. https://doi.org/10.24090/jpa.v15i1.2014.pp116-132

Terbitan

Bagian

Articles